Dermatitis Kontak

Author dr. Paulus Mario Christopher;
Last updated on May 09, 2021
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik.

Dermatitis Kontak Iritan (DKI)
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit yang tidak dimediasi dari sistem imun, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung. Dermatitis iritan dimulai dengan kerusakan pada keratinosit yang melepaskan signal bahaya untuk mempromosikan rekrutmen dari sel-sel inflamasi oleh karena paparan terhadap bahan yang bersifat iritan. Sebagaimana dermatitis kontak iritan yang disebabkan oleh faktor-faktor eksogen seperti bahan kimia akan menyebabkan koagulasi dari protein, kerusakan lapisan kulit (lapisan tanduk), denaturasi keratin, mengubah daya ikat kulit terhadap air.

Kelainan kulit yang terjadi bervariasi, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberi gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Terdapat beberapa jenis DKI yaitu,

    • DKI akut

Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, seperti lauran asam sulfat dan asam hidroklorid atau basa kuat, seperti natrium dan kalium hidroksida. Seringkali kondisi ini dikaitkan dengan dermatitis akibat pekerjaan atau kecelakaan di tempat kerja, diikuti dengan reaksi yang segera timbul. Intensitas reaksi berbanding dengan konsentrasi, status sawar kulit, dan lama kontak. Secara subjektif, kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar dengan penemuan objektif berupa eritema edema, bula, dan nekrosis. Tepi kelainan berbatas tegas dan pada umumnya asimetris. 

    • DKI akut lambat (acute delayed irritancy)

Gambaran klinis pada DKI tipe ini sama dengan DKI akut, namun baru terjadi setelah 8 sampai 24 jam paska paparan. Bahan iritan yang dapat menyebabkan kondisi ini adalah podofilin, antralin, tretinoin, etilen oksida, benzalkonium kllorida, atau asam hidrofluorat. Keluhan dirasakan pedih keesokan harinya, dimana pada gejala awal terlihat eritema kemudian vesikel atau bahkan nekrosis.

    • DKI kronik kumulatif
Jenis DKI ini merupakan jenis yang paling umum terjadi. Penyebabnya adalah kontak berulang dengan iritan lemah (contoh: deterjen, sabun, pelarut, tanah, atau air). DKI kumulatif mungkin dapat disebabkan oleh suatu bahan secara tunggal tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, namun dapat juga disebabkan oleh faktor lain. 

Gejala keluhan subyektif utama adalah gatal atau nyeri karena kulit retak, sedangkan gejala objektif klasik berupa kallit kering, disertai eritema, skuama, yang lambat laun akan menjadi tebal (hiperkeratosis) dengan likenifikasi yang luas. Apabila kontak terjadi terus menerus, kulit dapat retak seperti luka iris (fisura). 
    • Reaksi iritan

Reaksi iritan adalah DKI subklinis pada seseorang yang terpajang dengan pekerjaan basah dalam beberapa bulan pertama, seperti penata rambut atau pekerjalogam. Kelainan kulit bersifat tunggal dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul dan erosi. Umumnya dapat sembuh sendiri atau berlanjut menimbnulkan penebalan kulit (skin hardening) dan menjadi DKI kumulatif.

    • DKI traumatik

Kelainan kulit berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi (lecet). Gejala klinis menyerupai dermatitis numularis, penyembuhan berlangsung lambat, paling cepat enam minggu. Lokasi tersering di tangan.

    • DKI non-eritematosa

DKI non-eritematosa merupakan bentuk DKI subklinis, yang ditandai dengan perubahan fungsi sawar (stratum korneum) tanpa disertai kelainan klinis

    • DKI subyektif

DKI subyektif atau dikenal juga sebagai DKI sensori; karena kelainan kulit tidak terlihat, namun pasien merasa seperti tersengat (pedih) atau terbakar (panas) setelah berkontak dengan bahan kimia tertentu seperti asam laktat.

Diagnosis DKI didasari atas anamnesis (tanya jawab/wawancara) dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena terjadi lebih cepat sehingga pasien pada umumnya masih dapat mengingat apa yang menjadi penyebab. Di sisi lain, DKI kronis terjadi lebih lambat serta memiliki variasi gambaran klinis yang luas, sehingga adakalanya sulit dibedakan dengan DKA. Dalam membedakan DKI dan DKA diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai.

Pengobatan dari DKI adalah menghindari pajanan bahan iritan yang menjadi penyebab dan menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilakukan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pemberian pelembab untuk memperbaiki sawar kulit. Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, seperti hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid dengan potensi kuat. Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat diperlukan bagi yang bekerja dengan bahan iritan sebagai salah satu upaya pencegahan.

Dermatitis Kontak Alergi (DKA)
Dermatitis kontak alergi (DKA) disebabkan oleh reaksi alergi terhadap bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah (< 1000 dalton), dikenal sebagai hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dan dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis bagian dalam yang hidup.

Berbagai faktor mempengaruhi kejadian DKA yaitu,
    • Potensi sensitisasi allergen
    • Dosis per unit area
    • Luas daerah yang terkena
    • Lama pajanan
    • Oklusi
    • Suhu dan kelembaban lingkungan
    • Vehikulum
    • pH
    • Faktor individu
      • Keadaan kulit pada lokasi kontak (Keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis)
      • Status imun (Sakit atau terpajan sinar matahari secara intens).

Mekanisme terjadinya kelainan kulit dipengaruhi sistem imun melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Fase sensitisasi adalah pengenalan hapten oleh sel-sel imun yang akan menstimulasi reaksi imun dengan rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu. Fase sensitisasi akan diikuti dengan fase elisitasi yaitu paparan ulang allergen yang sama atau serupa (pada reaksi silang) akan menyebabkan rentetan kejadian imun yang diikuti dengan munculnya gejala dan tanda dari DKA.

Gejala Klinis
Pada DKA gejala klinis umum pasien mengeluhkan gatal. Kelainan kulit bergantung pada tingkat keparahan dan lokasi dermatitis. Pada stadium akut dimulai dengan bercak eritematosa (kemerahan)
berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menyebabkan erosi dan eksudasi (basah). Di sisi lain, DKA kronis terlihat kulit kering, berskuama (bersisik), papul, likenifikasi (penebalan) dan mungkin juga fisur, berbatas tidak tegas. Berikut adalah kemungkinan lokasi kejadian DKA dan bahan-bahan yang berhubungan (Tabel 1).

Tabel 1. Lokasi dan bahan-bahan yang berhubungan dengan DKA

Lokasi

Bahan-bahan yang terkait

Kepala

Pewarna rambut, permanent waves, semprot dan parfum rambut 

Tangan

Deterjen, antiseptik, getah sayuran, semen dan pestisida, perawatan rambut, kosmetik sabun, pelembap, produk pembersih, parfum, make-up, produk perawatan kuku dan rambut

Lengan

Serupa dengan tangan, seperti jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman

Ketiak

Deodoran, antiperspiran, formaldehid (pakaian)

Wajah

Bahan kosmetik (krim wajah, shaving cream, pelembap), spons (karet), obat topikal, allergen di udara (aero-allergen), nikel (tangkai kaca mata)

Bibir

Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan, permen kunyah

Kelopak mata

Cat kuku (berasal dari ujung jari), cat rambut, mascara, eye shadow, obat tetes mata, dan salap mata

Telinga

Anting atau jepit telinga (nikel), obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, hearing aids, dan gagang telepon, pewarna rambut, permanent waves, shampoo, semprot dan parfum rambut

Leher

Nikel, cat kuku (berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara, dan zat pewarna pakaian

Badan

Tekstil, zat pewarna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastic, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian, produk perawatan rambut, sabun, pelembap, kosmetik, produk pembersih, parfum

Genitalia

Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita, allergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi, deterjen

Anal

Obat antihemoroid

Tungkai atas dan bawah

Tekstil, dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal.

Kaki

Deterjen dan bahan pembersih lantai

Sistemik/Menyeluruh

Nikel, formaldehid, balsam Peru


Tabel 2. Bahan-bahan allergen kosmetik umum

Jenis Kosmetik

Bahan-bahan

Preservatif

MCI/MI

Paraben mix

Formaldehyde

Imidazolidinyl urea

Diazolidinylurea

MBDGN

Iodopropynyl butylcarbamate

Quaternium-15

Thimerosal

Bronopol Abitol

Gallate mix

Dodecyl Gallate

Octyl Gallate

Sorbitan monooleate

Sorbitan sesquioleate

Isopropyl myristate

Benzalkonium chloride

Crotan BK

Chlorphenesin

Triethanolamine

Povidone iodine

Sodium disulfide

Pewangi

Fragrance mix

Fragrance Mix I

Fragrance Mix II

Balsam of Peru

Jasmine

Absolute Eugenol

Cinnamic aldehyde

Cinnamic alcohol

Amyl cinnamic alcohol

Benzyl alcohol

D Limonene

Hydroperoxide of linalool

Hydroperoxide of limonene

Egyptian

Lyral

Pewarna

PPD

 

Emulsifier

Amerchol L 101

 

Agen pemutih kulit

Asam kojic

 

Lainnya

Cetrimide

 

*MCI/MI: Methylchloroisothiazolinone/methylisothiazolinone; MDBGN: methyldibromo glutaronitrile; PPD: paraphenylenediamine

Tabel 3. Alergen preservatif dalam produk kosmetik

Alergen 

Produk

Abitol (Plasticizer)

Pewarna rambut, conditioner, lightener, relaxer, straightener, eye shadow, eyeliner, mascara, concealer, makeup remover

Lip balm, lip colour, lip colour remover

Pemutih gigi

Krim pemutih kulit, shaving cream dan gel

Pembersih wajah, produk bedak dan anti-ageing

Krim wajah, tubuh dan tangan

Lotion tubuh, pembersih dan wipes

Tabir surya

Gallate mix (Anti-oksidan)

Conditioner rambut

Lipstick

Pelembap wajah, foundation, pembersih wajah

Thimerasol (Preservatif)

Make-up removers

Pelembap mata

Eyeshadow

Mascara

 

Diagnosis
Didasari dari hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai berdasarkan pada kelainan kulit yang ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, berbagai bahan yang diketahui dapat menimbulkan reaksi alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik pasien ataupun keluarga. Pemeriksaan fisis juga  memiliki peranan sangat penting dalam mencari hubungan antara kelainan kulit dan lokasi sebagaimana di
tabel 1.

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah uji tempel, dimana pemeriksaan ini menggunakan penempelan antigen standar (seperti Allergen Patch Test Kit dan T.R.U.E. Test) atau bahan-bahan yang digunakan secara rutin. Pemeriksaan dan interpretasi hasil akan dilakukan oleh dokter spesialis dermatovenereologi. 

Pengobatan
Perlu upaya pencegahan paparan ulang dengan alergen penyebab. Umumnya kelainan kulit akan mereda dalam beberapa hari. Kortikosteroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada DKA akut yang ditandai dengan eritema, edema, vesikel atau bula, serta eskudatif (madidans) seperti prednison. Untuk topikal cukup dikompres dengan larutan garam faal (NaCl 0.9%) atau larutan asam salisilat 1:1000, atau pemberian kortikosteroid atau makrolaktam (pimecrolimus atau tacrolimus) secara topikal.

Source

  1. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015.
  2. Fitzpatrick’s Dermatology. New York: McGraw-Hill Education; 2019.
  3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PP PERDOSKI; 2017. 
  4. Perrett KP, Peters RL. Emollients for prevention of atopic dermatitis in infancy. Lancet. 2020; 395(10228): 923–4. 
  5. Eichenfield LF, Tom WL, Berger TG, Krol A, Paller AS, Schwarzenberger K, et al. Guidelines of care for the management of atopic dermatitis: Section 2. Management and treatment of atopic dermatitis with topical therapies. J Am Acad Dermatol. 2014; 71(1): 116–32. 
  6. Katoh N, Ohya Y, Ikeda M, Ebihara T, Association JD. Allergology International Japanese guidelines for atopic dermatitis 2020. Allergol Int. 2020;. Available from: https://doi.org/10.1016/j.alit.2020.02.006

Related Articles

Kulit Sensitif
Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit berupa dermatitis yang kronis residif, disertai rasa gatal, dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada bayi (fase infantil) dan fleksural (lipatan tangan) ekstremitas (pada fase anak). Sampai saat ini, faktor-faktor yang mendasari terjadinya DA bersifat multifaktor seperti faktor genetik, sawar kulit, faktor predisposisi, faktor pencetus, dan faktor lingkungan.

Dermatitis

Dermatitis atau eksim adalah peradangan kulit akibat respon faktor eksternal seperti bahan kimia (contoh: detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (contoh: sinar, suhu), mikro-organisme (bakteri, jamur), atau dan atau faktor internal seperti dermatitis atopik. Dermatitis menyebabkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung bersifat residif dan menjadi kronis.

Beruntusan

Beruntusan bukan merupakan diagnosis medis, melainkan merupakan sebuah keadaan atau gejala dari suatu kelainan kulit. Beruntusan merupakan keadaan kulit di mana terdapat bintil-bintil kecil di kulit (wajah maupun tubuh), seringkali disalahartikan sebagai milia. Sebagian besar bruntusan tidak berbahaya, namun dapat mengganggu terutama penampilan. Berikut adalah beberapa penyebab bruntusan dan bagaimana cara menanganinya.

Rosacea

Rosacea adalah suatu kondisi kulit sensitif dimana seorang individu lebih rentan mengalami kemerahan (blush / flush). Semua orang dapat mengalami rosacea namun beberapa studi menyatakan bahwa ia adalah faktor genetik/keturunan dan adanya peran sistem imun atau infeksi.