Silicone

Author dr. Gerry Tanzil;
Last updated on May 18, 2021

silicone

Catatan: artikel ini akan membahas silikon sebagai ingredient pada skincare. Untuk artikel mengenai silikon sebagai bahan implan dan injeksi  klik disini.

KONTROVERSI SILIKON: KENAPA ORANG MENGHINDARI SILIKON? 

Konsumen seringkali bertanya-tanya atau kaget saat mengetahui produk yang mereka gunakan (atau makanan yang mereka konsumsi) menganduk zat silikon. Silikon yang identik sebagai bahan sintetis berkaret atau menyerupai plastik kerap membuat banyak orang bingung.

Pada bidang kecantikan, kosmetik, dan skincare, silikon seringkali dilihat sebagai zat yang kurang diinginkan, terutama dengan berkembangnya green beauty. Beberapa klaim yang telah dibuat mengenai silikon antara lain:

  • “Silikon tidak alami sehingga tidak baik untuk tubuh”
  • “Silikon merupakan zat yang berbahaya bagi tubuh”
  • “Silikon sulit dibersihkan dan sering menumpuk pada tubuh dan rambut”
  • “Silikon dapat menyumbat pori-pori dan menimbulkan akne/jerawat”
  • “Silikon dapat membuat kulit menjadi kering dan kusam”
  • “Silikon menganggu penyerapan produk skincare lain”
  • “Silikon tidak memiliki khasiat untuk kulit”
  • “Silikon berbahaya untuk lingkungan”

Dasar dari klaim-klaim tersebut bervariasi. Beberapa didukung oleh penelitian (masing-masing dengan tingkat evidence yang bervariasi), sedangkan beberapa berasal dari review individu atau bahkan beberapa tidak sama sekali. Artikel ini akan membahas kekhawatiran akan silikon tersebut lebih dalam.

APA ITU SILIKON?

Silikon sendiri berasal dari senyawa silicon (Si) yang merupakan senyawa terbanyak kedua di bumi, setelah oksigen (O). Senyawa silicon tersebut biasanya diolah dari bahan-bahan mineral, termasuk pasir dan kuarsa (quartz). Silicon dalam jumlah kecil juga dapat ditemukan secara alami di beberapa tumbuhan.

Di bidang industri masa kini, silikon (silicone) lebih sering dikenal sebagai produk sintetis yang merupakan polimer dari beberapa rantai siloxane, sehingga silikon juga dapat disebut sebagai polysiloxane. Siloxane merupakan gugus fungsi kimia organik amorf yang memiliki struktur Si – O – Si (silicon yang berikatan dengan oksigen). Silikon sudah digunakan di bidang industri sejak tahun 1930an sebagai bagian dari berbagai produk komersil. Hingga saat ini, silikon sering ditemukan pada industri: mesin dan otomotif, bahan elektronik, alat kesehatan, minyak dan pelumas, mainan, alat rumah tangga, bahan pelapis, produk kecantikan, hingga bahan pangan dan obat-obatan.

KENAPA SILICONE DIGUNAKAN DALAM PRODUK SKIN CARE?

Ada beberapa tujuan yang mendasari penggunaan silikon dalam produk perawatan, baik pada produk skin care, kosmetik, atau produk komersil lainnya. 

  • Peran utama silikon adalah memperbaiki tekstur produk. Silikon membuat produk menjadi lebih lembut dan licin. Hal ini sangat penting pada beberapa produk yang sifatnya kasar dan sulit diratakan pada kulit. Penggunaan silikon sebagai zat pelembut tidak hanya membantu konsumen dalam menggunakan produk, namun juga memberikan perasaan yang nyaman di kulit. Perbaikan tekstur tersebut juga dapat dicapai dengan beberapa zat lain, seperti minyak alami, namun silikon lebih sering menjadi pilihan karena sifatnya yang matte dan tidak berminyak / oil-free (terutama pada individu dengan kulit berminyak). Silikon juga sering digunakan karena bersifat relatif aman, stabil, jarang menimbulkan risiko alergi, dan ekonomis.
  • Silikon memiliki sifat yang oklusif yang dapat menjaga kelembapan kulit. Saat diaplikasikan, silicon membentuk lapisan film yang menurunkan tingkat TEWL (transepidermal water loss). Sifat ini sering dimanfaatkan pada produk-produk moisturizer.
  • Silikon dapat membantu penyembuhan luka. Sejak dahulu kala, silikon sudah sering digunakan secara medis sebagai bahan dressing untuk membalut luka. Silikon sering digunakan pada pasien-pasien luka bakar. Silikon berfungsi sebagai “breathable film” yang dapat mempercepat penyembuhan luka, mencegah infeksi dari kuman asing, namun masih dapat menfasilitasi sirkulasi udara.

JENIS-JENIS SILIKON

Silikon sendiri hadir dalam beragam bentuk (silicon, silicone, silica, silicates), yang masing-masing memiliki variasi turunan lebih lanjut. Bentuk silikon yang digunakan bergantung pada industri dan fungsi yang bersangkutan. Cara silikon dikelompokkan bervariasi. Beberapa sumber mengkategorikan silikon menjadi 2 jenis, yaitu cyclic silicones (contoh: cyclotetrasiloxane, cyclopentasiloxane, cyclohexasiloxane, cyclomethicone), dan linear silicones (contoh: dimethicone). Beberapa studi mencurigai adanya dampak negatif beberapa jenis cyclic silicones terhadap fungsi reproduksi dan hormonal manusia apabila digunakan dalam konsentrasi tinggi, sehingga linear silicones lebih sering digunakan. Akan tetapi hal ini masih dalam studi lebih lanjut. Adapun penggunaan cyclic silicones biasanya dalam konsentrasi yang lebih rendah, atau untuk penggunaan luar.

Pada bidang skin care dan kosmetik, silikon dapat secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu (i) water-soluble silicones dan (ii) water-insoluble silicones.

  • Water-soluble silicones  : silikon yang dapat larut dalam air. Biasanya silikon kelompok ini memiliki prefiks PEG- atau PPG. Beberapa bentuk lain silikon larut air yang tidak memiliki prefiks tersebut antara lain: dimethicone copolyol, Hydrolyzed polysiloxane (atau wheat protein), lauryl, methicone copolyol, dst.
  • Water-insoluble silicones : silikon yang tidak larut dalam air karena bersifat hidrofobik. Beberapa contoh antara lain: cetearyl methicone, cetyl dimethicone, cyclopentasiloxane-dimethicone, dimethiconol, phenyl trimethicone, stearyl dimethicone, trimethylsilylamodimethicone, dst.
  • Terdapat pula beberapa turunan silikon yang sifatnya ditengah-tengah atau bersifat parsial (larut dalam air sebagian), seperti: amodimethicone, behenoxy-dimethicone, cyclo-hexasiloxane, cyclo-methicone, cyclo-tetrasiloxane, stearoxy dimethicone, dst.

 

Catatan: secara bidang kosmetik dan estetika, bentuk-bentuk silikon tersebut kurang memiliki fungsi yang sama dan dapat digunakan di produk kecantikan, dengan tingkat alergenisitas yang rendah dan tingkat keamanan yang relatif baik. Akan tetapi, beberapa penelitian terbaru menduga adanya perbedaan peran water-insoluble silicones. Diduga water-insoluble silicones yang digunakan pada produk perawatan rambut tidak dapat dibilas hanya dengan air, karena sifatnya yang tidak larut. Water-insoluble silicones tersebut, walaupun tidak berbahaya atau toksik, dapat perlahan mengendap di antara batang rambut, sehingga menimbulkan kerusakan secara efek gravitasi. Disarankan menggunakan produk rambut seperti sampo dengan kandungan sulfate setelahnya yang dapat menghilangkan silikon tersebut. 

SILIKON DAN TUBUH MANUSIA

Sejak tahun 1970an, sudah dilakukan beberapa penelitian mengenai fungsi senyama silikon/silicon dalam tubuh. Beberapa penelitian observasi pada hewan meneumkan bahwa silikon memiliki peran penting dalam mineralisasi tulang. Namun hingga saat ini, belum ada data konklusif yang dapat secara pasti menyimpulkan apakah silikon merupakan zat gizi esensial untuk manusia, dan apakah kelebihan/kekurangan dari silikon memiliki dampak pada tubuh.

Perlu diketahui juga bahwa silikon yang masuk ke tubuh manusia mayoritas berasal dari konsumsi oral. Silikon dapat secara alami ditemukan dalam berbagai sumber makanan, termasuk sayur, buah, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Silikon alami juga dapat ditemukan di air minum dan beberapa produk minuman kemasan. Silikon juga secara alami ditemukan di beberapa minuman seperti jus dan bir. Di industri makanan, silikon juga sering ditambahkan sebagai zat anti-lengket, yang mencegah makanan untuk menggumpal, terutama pada produk berbentuk bubuk. Silikon juga sering digunakan di obat-obatan, antara lain sebagai sebagai zat pembawa. Beberapa suplemen makanan juga menambahkan zat silikon, dalam bentuk MMST (monomethyl silanetriol). 

Tidak semua silikon dapat diserap oleh tubuh secara langsung, beberapa bentuk silikon harus di ubah menjadi orthosilic acid atau OSA [Si(OH)4] di saluran pencernaan sebelum diserap oleh tubuh. Hingga saat ini, belum jelas apakah silikon merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh tubuh; sebaliknya, belum ada juga indikasi bahwa silikon berbahaya bagi tubuh. Perbandingan fungsi silikon yang dikonsumsi secara oral oleh manusia dengan yang diaplikasikan secara topikal di kulit belum diteliti secara pasti.

Walaupun fungsi silikon dalam tubuh belum dapat dapat dijelaskan secara pasti, sudah ada beberapa hal yang diketahui / menjadi teori saat ini:

  • Silikon yang diserap dalam tubuh akan disaring oleh ginjal dan dibuang melalui urin. Saat ini, hubungan antara bioavailabilitas silikon dalam tubuh dengan konsentrasi silikon dalam urin masih dalam penelitian.
  • Pada Kulit:
    • Silikon diduga merupakan zat yang berperan penting dalam sintesa kolagen dan aktivasi enzim-enzim pada kulit. Hal ini secara teori dapat memperbaiki struktur kulit dan meningkatkan elastisitas.  Beberapa penelitian juga menunjukkan bawha orthosilicic acid (OSA) dapat meningkatkan aktivitas fibroblast untuk memproduksi kolagen tipe I dan glikosaminoglikan yang merupakan struktur penyokong kulit.
    • Peran silikon terhadap penuaan/anti-aging, serta efeknya pada kulit saat dikombinasikan dengan tabir surya masih dalam penelitian.
  • Pada Rambut:
    • Beberapa penelitian mendukung bahwa silikon dapat menurunkan tingkat kerontokan rambut dan memberikan kilau rambut yang lebih baik. Akan tetapi, perlu diketahui juga adanya beberapa klaim kerusakan batang rambut akibat water-insoluble silicones yang tidak dibersihkan secara baik (baca diatas jenis-jenis silikon link here). Water-soluble silicones larut dalam air dan tidak menyebabkan hal tersebut.
  • Pada Kuku:
    • Silikon merupakan mineral yang banyak ditemukan pada struktur kuku. Sehingga beberapa penelitian menduga bahwa silikon penting untuk mencegah terjadinya kerusakan atau kerapuhan kuku. Menjaga struktur kuku yang baik juga diharapkan dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi/penyakit kuku lainnya.

EFEK SAMPING SILICONE PADA SKIN CARE

  • Secara keseluruhan, silikon yang diaplikasikan secara topikal pada kulit dianggap relatif aman dan minimal efek samping. Pemakain silikon pada produk komersil juga disetujui aman oleh beberapa lembaga pemerintahan.
  • Beberapa penelitian mencurigai bahwa silikon menganggu penyerapan produk skin care lain karena adanya pembentukan lapisan film oklusif. Akan tetapi, belum dapat diidentifikasi apakah hal ini berlaku pada semua jenis silikon, serta zat-zat apa saja yang terganggu penyerapannya. Walaupun belum terbukti, beberapa penelitian menyarankan produk dengan silikon digunakan menjelang akhir rutinitas skin care.
  • Silikon stabil dan sangat jarang mensensitasi kulit, sifatnya yang hipoalergen sangat jarang menyebabkan reaksi alergi. Adapun kecurigaan reaksi alergi pada kulit akibat silikon, sebaiknya dikonsultasikan langsung dengan dokter terdekat.
  • Sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa silikon dapat menyumbat pori-pori yang dapat mengakibatkan akne/jerawat.  
  • Beberapa klaim mengenai silikon yang membuat kulit menjadi kering belum dapat dibuktikan, karena adanya sifat oklusif dari silikon yang sebaliknya malah dapat melembabkan kulit.
  • Penggunaan skin care yang mengandung silikon pada ibu hamil belum diteliti secara pasti. Beberapa penelitian yang tersedia tidak menemukan adanya efek berbahaya silikon dalam produk perawatan diri terhadap janin. Jumlah zat silikon yang dapat menembus kehamilan juga diduga tidak terlalu bermakna.  

DAMPAK LINGKUNGAN SILIKON

Walaupun dianggap aman untuk tubuh, beberapa lembaga internasional menyoroti dampak silikon terhadap lingkungan. Berdasarkan peraturan pemerintah di beberapa negara, produk-produk silikon kadang memerlukan pengolahan limbah khusus (contoh: Kanada Link Here*) Beberapa sumber mengklaim bahwa silikon tidak bersifat biodegradable dan bersifat bioakumulatif. Hal ini ditakutkan dapat menganggu lingkungan terutama ekosistem laut. Akan tetapi, positifnya silikon dapat didaur ulang apabila diproses dengan benar.

* https://www.canada.ca/en/health-canada/services/consumer-product-safety/cosmetics/labelling/safety-ingredients.html#a4.12).

Source

  1. Araújo LA, Addor F, Campos PM. Use of silicon for skin and hair care: an approach of chemical forms available and efficacy. An Bras Dermatol. 2016;91(3):331‐335. 
  2. Pellicoro C, Marsella R, Ahrens K. Pilot study to evaluate the effect of topical dimethicone on clinical signs and skin barrier function in dogs with naturally occurring atopic dermatitis. Vet Med Int. 2013;2013:239186. 
  3. Allen LV Jr. Compounding with Silicones. Int J Pharm Compd. 2015 May-Jun;19(3):223-30.
  4. Sethi A, Kaur T, Malhotra SK, Gambhir ML. Moisturizers: The Slippery Road. Indian J Dermatol. 2016;61(3):279‐287.
  5. Draelos ZD. Acne cosmeceutical myths. In: Draelos Z, Dover JS, Alam M, eds. Cosmeceuticals. 2nd ed. China: Saunders Elsevier; 2009:179–181. 
  6. Morrow G. The use of silicones to protect the skin. Calif Med. 1954;80(1):21‐22.
  7. Levan P, Sternberg TH, Newcomer VD. The use of silicones in dermatology. Calif Med. 1954;81(3):210‐213.
  8. Disapio AFridd P. Silicones: use of substantive properties on skin and hair. Int J Cosmet Sci. 1988 Apr;10(2):75-89.
  9. Jugdaohsingh RAnderson SHLakasing LSripanyakorn SRatcliffe SPowell JJ. Serum silicon concentrations in pregnant women and newborn babies. Br J Nutr. 2013 Dec 14;110(11):2004-10.